TEUNGKU SAFRIADI

TEUNGKU SAFRIADI

Senin, 25 April 2011

REALITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF DALAM MASYARAKAT

OLEH; SAFRIADI,MN

Ajaran Islam memuat dua dimensi jangkauan, yaitu kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dalam bidang sosial ekonomi, Islam mendorong pendayagunaan institusi wakaf dalam rangka peningkatan kesejahteraan umat. Muhammad Musthafa Tsalabi telah membuat rumusan wakaf dalam bentuk penahanan harta atas milik orang yang berwakaf dan mendermakan manfaatnya untuk tujuan kebaikan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Perwakafan adalah salah satu lembaga keagamaan yang telah berakar lama dalam tradisi masyarakat umat Islam. Di Indonesia perwakafan telah menjadi penunjang utama dalam pembangunan masyarakat, khususnya Umat Islam. Hampir setiap rumah ibadah, sarana pendidikan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.
Beberapa rumusan definisi yang dikemukakan oleh ulama lain juga mengacu kepada maksud dan tujuan yang sama dengan rumusan di atas. Sudut dan persepsi penekanan rumusan-rumusan tersebut adalah menyangkut filosofis pensyari’atan wakaf yang bertujuan untuk memberikan alternatif kehidupan sosial lebih baik kepada mauquf ‘alaih (penerima wakaf).
Aplikasi rumusan wakaf yang dapat diamati di tengah masyarakat bahwa pelaksanaannya kurang mengacu kepada asas manfaat sesungguhnya. Pemahaman ‘manfaat’ atas harta wakaf hanya dipahami secara parsial, sebatas manfaat yang melekat dengan harta tersebut. Konsekuensi pemahaman dimaksud mengakibatkan suatu saat harta wakaf menjadi tak berdaya guna, karena terpaku kepada manfaat yang ternyata telah hilang. Dalam realitas di dalam masyarkat, hal pokok yang menjadi permasalahan pengelolaan dan pemamfaatan harta wakaf adalah masih banyaknya wakaf tanah yang tidak dilanjuti dengan pembuatan akta ikrar wakaf. Pelaksanaan wakaf yang terjadi di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasarkan pada rasa saling percaya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan tidak memiliki dasar hukum, sehingga apabila kemudian hari terjadi permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf, penyelesaiannya mengalami kesulitan, khususnya tentang hal kepemilikan. Hal lain yang menjadi permasalahan harta wakaf di Indonesia adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh para ahli waris wakif dan tanah wakaf dimiliki secara turun temurun oleh oleh nazdir yang penggunaannya telah menyimpang dari akad wakaf. Fenomena yang ada sampai saat ini masih sering dijumpai di dalam masyarakat aceh adalah banyak status dan kedudukan tanah wakaf telah beralih fungsi, baik itu secara kegunaan dan mamfaat maupun dari segi hak dan kepemilikan. Misalnya tanah wakaf yang awalnya diperuntukkan untuk tanah perkarangan mesjid, dirubah fungsi dan mamfaatnya. Akibat peristiwa itu pihak keluarga wakif menarik kembali sebidang tanah wakaf yang telah diberikan buat kepentingan dan kemaslahatan umum, dan masih banyak kasus serupa yang timbul dalam masyarakat.
Hal ini merupakan gambaran awal dari kekeliruan yang terjadi di masyarakat tentang pemahaman harta wakaf dan terlalu sempitnya ruang lingkup cara pengelolaan harta yang bisa diwakafkan. Beranjak dari hal tersebut, penulis mengharapkan kepada para peneliti untuk dapat mengkaji lebih jauh tentang fenomena wakaf tersebut. Mengingat bahwa harta wakaf merupakan bagian diantara amal jariyah yang terus mengalir fahalanya kepada si wakif, juga disamping itu apabila harta wakaf dapat dikelola dengan baik bisa meningkatkan kemaslahatan bagi masyarakat.


moganya bisa bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar